BAB I
PEMBAHASAN
HAKIKAT MANUSIA DALAM DAKWAH
A. Hakikat Dakwah
Pengertian dakwah bagi kalangan awam disalahartikan
dengan pengertian yang sempit terbatas pada ceramah, khutbah atau pengajian
saja. Pengertian dakwah bisa kita lihat dari segi bahasa dan istilah. Berikut
akan dibahas pengertian dakwah secara etimologis dan pengertian dakwah secara
terminologis.
1. Pengertian dakwah
secara etimologis
Kata dakwah adalah derivasi dari bahasa Arab “Da’wah”.
Kata kerjanya da’aa yang berarti memanggil, mengundang atau mengajak. Ism al-fa’ilnya
(red. pelaku) adalah da’I yang berarti pendakwah. Di dalam kamus al-Munjid fi
al-Lughoh wa al-a’lam disebutkan makna da’I sebagai orang yang memangggil
(mengajak) manusia kepada agamanya atau mazhabnya. Merujuk pada Ahmad Warson
Munawir dalam Ilmu Dakwah karangan Moh. Ali Aziz (2009:6), kata da’a mempunyai
beberapa makna antara lain memanggil, mengundang, minta tolong, meminta,
memohon, menamakan, menyuruh datang, mendorong, menyebabkan, mendatangkan,
mendoakan, menangisi dan meratapi. Dalam Al-Quran kata dakwah ditemukan tidak
kurang dari 198 kali dengan makna yang berbeda-beda setidaknya ada 10 macam
yaitu; mengajak dan menyeru; berdo’a; mendakwa (menuduh); mengadu; memanggil; meminta;
mengundang; malaikat Israfil; gelar; dan anak angkat.
Dari makna yang berbeda tersebut sebenarnya semuanya
tidak terlepas dari unsur aktifitas memanggil. Mengajak adalah memanggil
seseorang untuk mengikuti kita, berdoa adalah memanggil Tuhan agar mendengarkan
dan mengabulkan permohonan kita, mendakwa/menuduh adalah memanggil orang dengan
anggapan tidak baik, mengadu adalah memanggil untuk menyampaikan keluh kesah,
meminta hampir sama dengan berdoa hanya saja objeknya lebih umum bukan hanya Tuhan,
mengundang adalah memanggil seseorang untuk menghadiri acara, malaikat Israfil
adalah yang memanggil manusia untuk berkumpul di padang Masyhar dengan tiupan
Sangkakala, gelar adalah panggilan atau sebutan bagi seseorang, anak angkat
adalah orang yang dipanggil sebagai anak kita walaupun bukan dari keturunan
kita. Kata memanggil pun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia meliputi beberapa
makna yang diberikan Al-Quran yaitu mengajak, meminta, menyeru, mengundang,
menyebut dan menamakan. Maka bila digeneralkan makna dakwah adalah memanggil.
Definisi dakwah dari literature yang ditulis oleh
pakar-pakar dakwah antara lain adalah:
- Dakwah adalah
perintah mengadakan seruan kepada sesama manusia untuk kembali dan hidup
sepanjang ajaran Allah yang benar dengan penuh kebijaksanaan dan nasihat
yang baik (Aboebakar Atjeh, 1971:6).
- Dakwah adalah
menyeru manusia kepada kebajikan dan petunjuk serta menyuruh kepada
kebajikan dan melarang kemungkaran agar mendapat kebahagiaan dunia dan
akhirat (Syekh Muhammad Al-Khadir Husain).
- Dakwah adalah
menyampaikan dan mengajarkan agama Islam kepada seluruh manusia dan
mempraktikkannya dalam kehidupan nyata (M. Abul Fath al-Bayanuni).
- Dakwah adalah
suatu aktifitas yang mendorong manusia memeluk agama Islam melalui cara
yang bijaksana, dengan materi ajaran Islam, agar mereka mendapatkan
kesejahteraan kini (dunia) dan kebahagiaan nanti (akhirat) (A. Masykur
Amin)
Dari defenisi para ahli di atas maka bisa kita
simpulkan bahwa dakwah adalah kegiatan atau usaha memanggil orang muslim mau pun
non-muslim, dengan cara bijaksana, kepada Islam sebagai jalan yang benar,
melalui penyampaian ajaran Islam untuk dipraktekkan dalam kehidupan nyata agar
bisa hidup damai di dunia dan bahagia di akhirat. Singkatnya, dakwah, seperti
yang ditulis Abdul Karim Zaidan adalah mengajak kepada agama Allah, yaitu
Islam.
Setelah kita ketahui makna dakwah secara etimologis
dan terminologis maka kita akan dapatkan semua makna dakwah tersebut membawa
misi persuasive bukan represif, karena sifatnya hanyalah panggilan dan seruan
bukan paksaan. Hal ini bersesuaian dengan firman Allah (ayat la ikraha fiddin)
bahwa tidak ada paksaan dalam agama. Maka penyebaran Islam dengan pedang atau
pun terror tidaklah bisa dikatakan sesusai dengan misi dakwah.
B. Hakikat Manusia
1.
Pengertian Manusia
Menurut bahasa, manusia itu sendiri berasal dari kata
“Nasia” yang artinya lupa. Maksudnya adalah bahwa manusia hakikatnya lupa akan
perjanjian dengan Allah sewaktu di alam ruh. Dalam arti lain, hakikat manusia
memang pelupa. Hadits Rasul menjelaskan bahwa manusia adalah tempatnya salah
dan lupa.
Al-Qur’an menegaskan kualitas dan nilai manusia dengan
menggunakan tiga macam istilah yang satu sama lain saling berhubungan, yakni
al-insaan, an-naas, al-basyar, dan banii Aadam. Manusia disebut al-insaan karena
dia sering menjadi pelupa sehingga diperlukan teguran dan peringatan. Sedangkan
kata an-naas (terambil dari kata an-naws yang berarti gerak; dan ada juga yang
berpendapat bahwa ia berasal dari kata unaas yang berarti nampak) digunakan
untuk menunjukkan sekelompok manusia baik dalam arti jenis manusia atau
sekelompok tertentu dari manusia.
Manusia disebut al-basyar, karena dia cenderung perasa
dan emosional sehingga perlu disabarkan dan didamaikan. Manusia disebut sebagai
banii Aadam karena dia menunjukkan pada asal-usul yang bermula dari nabi Adam
as sehingga dia bisa tahu dan sadar akan jati dirinya. Misalnya, dari mana dia
berasal, untuk apa dia hidup, dan ke mana ia akan kembali.
Penggunaan istilah banii Aadam menunjukkan bahwa
manusia bukanlah merupakan hasil evolusi dari makhluk anthropus (sejenis kera).
Hal ini diperkuat lagi dengan panggilan kepada Adam dalam al-Qur’an oleh Allah
dengan huruf nidaa (Yaa Adam!). Demikian juga penggunaan kata ganti yang
menunjukkan kepada Nabi Adam, Allah selalu menggunakan kata tunggal (anta) dan
bukan jamak (antum) sebagaimana terdapat dalam surah al-Baqarah ayat 35.
“Dan Kami berfirman: “Hai Adam, diamilah oleh kamu dan
isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik
dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang
menyebabkan kamu Termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Baqarah: 35)
Manusia dalam pandangan al-Qur’an bukanlah makhluk
anthropomorfisme yaitu makhluk penjasadan Tuhan, atau mengubah Tuhan menjadi
manusia. Al-Qur’an menggambarkan manusia sebagai makhluk theomorfis yang
memiliki sesuatu yang agung di dalam dirinya. Disamping itu manusia dianugerahi
akal yang memungkinkan dia dapat membedakan nilai baik dan buruk, sehingga
membawa dia pada sebuah kualitas tertinggi sebagai manusia takwa.
Al-Qur’an memandang manusia sebagaimana fitrahnya yang
suci dan mulia, bukan sebagai manusia yang kotor dan penuh dosa. Peristiwa yang
menimpa Nabi Adam sebagai cikal bakal manusia, yang melakukan dosa dengan
melanggar larangan Tuhan, mengakibatkan Adam dan istrinya diturunkan dari
sorga, tidak bisa dijadikan argumen bahwa manusia pada hakikatnya adalah
pembawa dosa turunan. Al-Quran justru memuliakan manusia sebagai makhluk
surgawi yang sedang dalam perjalanan menuju suatu kehidupan spiritual yang suci
dan abadi di negeri akhirat, meski dia harus melewati rintangan dan cobaan
dengan beban dosa saat melakukan kesalahan di dalam hidupnya di dunia ini.
Bahkan manusia diisyaratkan sebagai makhluk spiritual yang sifat aslinya adalah
berpembawaan baik (positif, haniif).
Karena itu, kualitas, hakikat, fitrah, kesejatian
manusia adalah baik, benar, dan indah. Tidak ada makhluk di dunia ini yang
memiliki kualitas dan kesejatian semulia itu . Sungguhpun demikian, harus
diakui bahwa kualitas dan hakikat baik benar dan indah itu selalu
mengisyaratkan dilema-dilema dalam proses pencapaiannya. Artinya, hal tersebut
mengisyaratkan sebuah proses perjuangan yang amat berat untuk bisa menyandang
predikat seagung itu. Sebab didalam hidup manusia selalu dihadapkan pada dua
tantangan moral yang saling mengalahkan satu sama lain. Karena itu, kualitas
sebaliknya yaitu buruk, salah, dan jelek selalu menjadi batu sandungan bagi
manusia untuk meraih prestasi sebagai manusia berkualitas mutaqqin di atas.
Gambaran al-Qur’an tentang kualitas dan hakikat
manusia di atas megingatkan kita pada teori superego yang dikemukakan oleh
sigmund Freud, seorang ahli psikoanalisa kenamaan yang pendapatnya banyak
dijadika rujukan tatkala orang berbicara tentang kualitas jiwa manusia.
Menurut Freud, superego selalu mendampingi ego. Jika
ego yang mempunyai berbagai tenaga pendorong yang sangat kuat dan vital (libido
bitalis), sehingga penyaluran dorongan ego (nafsu lawwamah/nafsu buruk) tidak
mudah menempuh jalan melalui superego (nafsu muthmainnah/nafsu baik). Karena
superego (nafsu muthmainnah) berfungsi sebagai badan sensor atau pengendali ego
manusia.Sebaliknya, superego pun sewaktu-waktu bisa memberikan justifikasi
terhadap ego manakala instink, intuisi, dan intelegensi ditambah dengan
petunjuk wahyu bagi orang beragama bekerja secara matang dan integral. Artinya
superego bisa memberikan pembenaran pada ego manakala ego bekerja ke arah yang
positif. Ego yang liar dan tak terkendali adalah ego yang negatif, ego yang merusak
kualitas dan hakikat manusia itu sendiri.
2.
Tugas manusia
Tugas manusia di muka bumi berdasarkankan tuntunan
Al-Qur’an setidaknya ada dua, yaitu sebagai khalifah dan sebagai ma’bud. Dari
dua tugas tersebut, dalam perspektif filsafat dakwah, bisa ditarik suatu
benang, bahwa tugas manusia adalah sebagai subjek dakwah (da’i) dan objek
dakwah (mad’u). karena pada dasarnya da’i dan mad’u merupakan tugas manusia
sebagai wujud dari perilaku ma’bud pula, sebagaimana perintah Allah dalam
firman-Nya dan sabda Rasulullah saw yang pada intinya memerintahkan untuk
melaksanakan dakwah, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
3.
Subjek Dakwah (Da’i)
Da’i/muballigh adalah setiap orang yang mengajak,
memerintahkan orang di jalan Allah (fi-Sabiilillah), atau mengajak orang
untuk memahami dan mengamalkan Al-Qur’an dan As-Sunnah nabi Muhammad SAW.
Berhasil tidaknya gerakan dakwah sangan ditentukan oleh kompetensi
seorang da’i, yang dimaksud dengan kompetensi da’i adalah sejumlah pemahaman,
pengetahuan, penghayatan, dan prilaku serta keterampilan yang harus dimiliki
oleh para da’i, oleh karena itu para da’i harus memilikinya, baik kompetensi
substantif maupun kompetensi metodologis.
4.
Objek Dakwah (Mad’u)
Objek dakwah (mad’u) ialah orang yang menjadi sasaran
dakwah, yaitu semua manusia, sebagaimana firman Allah SWT :
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainka kepada umat
manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi
peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. As-Saba’: 28).
B. Manfaat Dakwah Bagi
Manusia
1. Kebutuhan
Manusia Kepada Dakwah Melebihi Kebutuhan Mereka Kepada Makanan
Allah swt menciptakan manusia
dengan sempurna (ahsana taqwim). Dengan dibekali akal dan nafsu untuk
menbedakan manusia dengan makhluk lain. Allah swt telah mengilhamkan kepada
manusia jalan yang baik dan jalan yang fujur (sesat). Karena itulah manusia
membutuhkan dakwah (nasihat orang lain) agar tidak futur dalam menjalankan
ketaatan kepada Allah swt karena perintah Allah swt itu banyak dan berat
sehingga manusia membutuhkan teman atau jamaah yang saling mengingkan diantara
mereka, begitu juga pada hakikatnya nafsu manusia itu menyukai (condong) kepada
hal-hal yang dilarang
( النفس تهوى ما منع ).
sebagaimana firman Allah swt :
وتواصوا بالحق وتواصوا
بالصبر
“dan saling menasehati dalam
kebenaran dan saling menasehati dalam kesabaran.”
Manusia terdiri dari tubuh, akal
dan hati. Tubuh membutuhkan makanan untuk bisa tegak dan menjalankan aktivitas.
Adapun akal harus dimanfaatkan dengan banyak berfikir dan mentadabburi alam
semesta ini. Dan hati lebih dari itu semua , karena hati ini tempat dimana
Allah memberikan hidayah dan cahaya kepada manusia. Karena itu hati membutuhkan
siraman dakwah sehingga tumbuh subur iman (hidayah ) Allah swt. tanpa siraman
dakwah, hati akan mengeras dan mati. Sungguh indah ketika Allah menggambarkan
bagaimana kerasnya hati , firman Allah swt:
ثم قست قلوبكم من بعد
ذلك فهي كالحجارة أو أشد قسوة وإن من الحجارة لما يتفجر منه الأنهار وإن منها لما
يشقق فيخرج منه الماء وإن منها لما يهبط من خشية الله وما الله بغافل عما تعملون
“kemudian setelah itu hatimu
menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal diantara batu-batu
itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai dari padanya dan diantaranya
sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air dari padanya dan diantaranya
sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. dan Allah
sekali-sekali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.” (Qs. Albaqoroh :74)
Dari ayat diatas jelas bahwa
ketika hati manusia menjadi keras, maka ia tidak akan menerima kebenaran dan
senantiaasa menjauhi kebenaran tersebut, naudzubillah min dzalik.
2.Dakwah
Melahirkan Kebaikan Pada Diri, Masyarakat Dan Negara
Miswan thohadi dalam bukunya “quantum dakwah dan
tarbiyah” mengatakan : “Dakwah Selain kewajiban syariat, dakwah juga merupakan
kebutuhan manusia secara universal. Artinya
setiap manusia dimanapun ia berada tidak akan pernah hidup dengan baik tanpa
dakwah. Dakwahlah yang akan menuntun manusia kepada kebaikan. Sedangkan menjadi
ahli kebaikan adalah kebutuhan dasar setiap orang. Maka jangan pernah terpikir
sediitpun untuk menjauh dari dakwah dengan alas an apapun. Justru ketika kita
merasa kesulitan menjadi baik, maka dakwah inilah yang akan membantu kita
memudahkannya. Semakin kita merasa berat meniti jalan islam, semakin besar pula
kebutuhan kita terhadap dakwah.Ia melanjutkan , dakwah adalah kebutuhan setiap
manusia, terlebih bagi sang dai sendiri. Menjadi sholih adalah kemestian atas
setiap muslim dan menjadi dai adalah jalan yang paling efektif untuk menjadi
sholih. Para nabi dan rosul Allah adalah para dai pejuang penegak agama Allah,
disaat yang sama mereka juga harus mengamalkannya dalam kehidupan nyata. Allah swt berfirman;
شرع لكم من الدين ما وصى
به نوحا والذي أوحينا إليك وما وصينا به إبراهيم وموسى وعيسى أن أقيموا الدين ولا
تتفرقوا فيه كبر على المشركين ما تدعوهم إليه الله يجتبي إليه من يشاء ويهدي إليه
من ينيب (13)
"Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa
yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu
dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu:
Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang
musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu
orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang
kembali (kepada-Nya)." (assyura; 13)
ومن أحسن قولا ممن دعا
إلى الله وعمل صالحا وقال إنني من المسلمين (33) ولا تستوي الحسنة ولا السيئة ادفع
بالتي هي أحسن فإذا الذي بينك وبينه عداوة كأنه ولي حميم (34) وما يلقاها إلا
الذين صبروا وما يلقاها إلا ذو حظ عظيم (35)
“ siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang
yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata:
"Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang menyerah diri?"dan tidaklah sama kebaikan dan
kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba
orang yang antaramu dan antara Dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi
teman yang sangat setia.
sifat-sifat yang baik itu tidak
dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan
melainkan kepada orang-orang yang mempunyai Keuntungan yang besar.” (fushilat:
33-35)
Dari
sini diketahui bahwa ketika kebaikan itu telah tertanam pada tiap individu,
kemudian dari individu ini melahirkan sebuah keluarga yang baik, kemudian dari
kumpulan keluarga akan melahirkan masyarakat yang baik, dan tidaklah mustahil
dari masyarakat-masyarakat yang telah tertanam ruh kebaikan akan melahirkan
negara yang baik pula.
3. Dakwah Menjadikan Manusia Menjadi Mulia
Firman Allah swt:
وأن هذا صراطي مستقيما
فاتبعوه ولا تتبعوا السبل فتفرق بكم عن سبيله ذلكم وصىكم به لعلكم تتقون ( الأنعام
: 153 )
“dan inilah jalanku yang lurus,
maka ikutilah dia, dan janganlah engkau ikuti jalan-jalan lain, karena itu
semua akan menyesatkanmu dari jalanNya. Itulah yang telah diwasiatkan kepadamu
agar kamu bertaqwa.” (al-an’am : 153)
Dakwah dalam perspektif yang luas
merupakan jalan untuk membangun sistem kehidupan masyarakat yang mengarahkan
umat manusia menuju penghambaan totalitas dalam semua dimensi kehidupan mereka
hanya kepada Allah swt. jika prosesi ini berjalan dengan baik maka akan
tercipta sebuah tatanan masyarakat yang harmonis, yang menjunjung tinggi nilai
kemuliaandan menghindarkann diri dari prilaku keji yang berujung pada kehinaan.
Jalan dakwah inilah yang telah ditempuh oleh Rosulullah saw dan para rosul
sebelumnya. Di atas jalan ini pula mereka mengerahkan segenap potensi yang
dimiliki untuk membangun kemulian umat.
Tetapi ketika manusia menjauhi
dakwah islam, sehingga egoisme menguasai seluruh elemen bangsa ini. Dimana
pedagang hanya mementingkan keuntungan perdagangannya, pegawi hanya
mementingkan pekerjaannya, dan begitu seterusnya masing-masing larut dengan
urusannya tanpa mempedulikan kebaikan orang lain. Egosime inilah yang telah
mencabut rasa percaya satu sama lain di antara warga masyarakat, yang
memutuskaan ikatan kasih sayangantar anggota keluarga, dan melemahkan ikatan
kemanusiaan antar manusia. Padahal manusia membutuhkan kerja sama untuk
menghadapi kesulitan-kesulitan dan problema kehidupan. Di sini, dakwah berperan
memberikan harapan akan lenyapnya egosime dari masyarakat kita.
Karena itulah Allah mensifati
umat dakwah sebagai umat terbaik, karena menyuruh kepada yang makruf dan
mencegah dari yang mungkar demi kemuliaan hidup bersama. Firman Allah swt:
كنتم خير أمة أخرجت
للناس تأمرون بالمعروف وتنهون عن المنكر وتؤمنون بالله ولو آمن أهل الكتاب لكان خيرا
لهم منهم المؤمنون وأكثرهم الفاسقون (110)
“ kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik
bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah
orang-orang yang fasik.(ali imron : 110)
Hanya dengan dakwah, manusia akan mencapai kemuliaan
dan kejayaannya seperti yang pernah tertoreh dalam tinta emas sejarah
kemanusiaan. Karena hal itu menunjukkan, bahwa mereka peduli dan menaruh
perhatian besar terhadap keadaan kehidupan di sekelilingnya demi kebaikan,
kesejahteraan dan kemuliaan hidup umat manusia.
4. Dakwah Adalah Jalan Menuju
Bahagia
Orang-orang yang berjalan di atas
dakwah akan merasa bahagia karena mereka melaksanakan perintah Allah swt.
Dengan dakwah hati manusia menjadi tenang dan lapang, karena hidayah Allah swt.
sebagaimana digambarkan Allah swt dalam surat al-an’am ayat 125:
فمن يرد الله أن يهديه
يشرح صدره للإسلام ومن يرد أن يضله يجعل صدره ضيقا حرجا كأنما يصعد في السماء كذلك
يجعل الله الرجس على الذين لا يؤمنون
“ Barangsiapa yang
Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan
dadanya untuk (memeluk agama) Islam. dan Barangsiapa yang dikehendaki Allah
kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah
ia sedang mendaki langit. Begitulah
Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.”
Jiwanya tenang tidak gelisah,
karena jiwa mereka terlepas dari segala penghambaan syahwat dan dunia dan
menundukkannya hanya kepada Allah swt semata. Seperti yang ditulis fathi yakan
di dalam bukunya “musykilatu al-dakwah wa al-daiyah” : “para pelaku dakwah
terbebas dari segala penghambaan dunia dan syahwat, sehingga mereka tidak
merasakan rasa bahagia kecuali dengan mentaati Allah swt, tidak mengenal jihad
(perjuangan) kecuali sebagai pintu menuju kesyahidan dan pintu menuju syurga
Allah swt dan memperoleh ridhonya. firman Allah swt :
ولا تحسبن الذين قتلوا
في سبيل الله أمواتا بل أحياء عند ربهم يرزقون، فرحين بما أتاهم الله من فضله،
ويستبشرون بالذين لم يلحقوا بهم من خلفهم ألا خوف عليهم ولا هم يحزنون، يستبشرون
بنعمة من الله وفضل وأن الله لا يضيع أجر المؤمنين.
“janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur
di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidupdisisi Tuhannya dengan mendapat
rezki.
mereka dalam Keadaan gembira disebabkan karunia Allah
yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap
orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka,bahwa
tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
(ali imron : 169-170)
Ayat diatas adalah hiburan bagi para dai yang berjuang
di jalan Allah swt karena Allah swt berjanji akan memberikan kebahagiaan kepada
mereka di dunia dan kebahagiaan di akhirat.
5.Tanpa Dakwah Manusia Menuju Ke
Jurang Kehancuran
Dakwah berarti menyeru atau mengajak manusia kepada
suatu sistem yang diridloi Allah swt, yaitu islam. Manusia adalah makhluk
ciptaan Allah swt. dan Allah maha mengetahui mana yang terbaik untuk mereka
dengan memberikan kepada mereka rambu-rambu sehingga tercipta kehidupan yang
teratur dan tenang. Karena
itulah Allah swt mengutus para rosul untuk menyampaikan risalahnya kepada
manusia. Supaya mereka berjalan di atas sistem yang telah Allah gariskan bagi
mereka. Tetapi ketika mereka tidak mau berjalan di atas sistem atau menolak apa
yang telah dibawa oleh para nabi dan rosul berarti mereka telah menjeburkan
diri mereka ke dalam jurang kehancuran. Sebagaimana firman Allah
swt :
واتقوا فتنة لا تصيبن
الذين ظلموا منكم خاصة واعلموا أن الله شديد العقاب
“dan peliharah dirimu dari
siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang dzalim saja diantara kamu.
Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” (al-anfal : 25)
Dalam sebuah riwayat dari zainab
binti jahsy, ia bertanya, “wahai Rosulullah saw apakah kita akan binasa padahal
di tengah-tengah kita ada orang – orang yang sholih? Rosulullah saw menjawab: “ya, apabila kemaksiatan
telah merajalela.”
Dakwah mutlak diperlukan manusia, terlebih mereka
sekarang hidup pada suatu masyarakat yang mengagung-agungkan kebebasan dan HAM
(hak asasi manusia). Pelaku-pelaku kehancuran berbagai macamnya berupaya untuk
merobohkan dan meruntuhkan nilai-nilai kebaikan. Sehingga kebebasan dan HAM
dianggap sebagai simbol kemajuan, sedang berpegang teguh terhadap ajaran agama
dianggap sebagai keterbelakangan.
Dalam situasi (keadaan ) seperti
ini, seandainya manusia menjauhi dakwah; seakan tidak lagi membutuhkan dakwah,
maka masyarakat tersebut telah bersiap menuju jurang kehancuran. Begitu juga
manusia sekarang hidup di masa, dimana materi menjadi tujuan utama. Waktu
(siang dan malam) mereka habiskan untuk mengejar materi. Mereka lalai akan
hakikat tujuan diciptakannya manusia. Banyak diantara mereka yang
meninggalkan perintah Allah swt terutama sholat dan menghalalkan apa yang
dilarang Allah swt demi mendapatkan materi. Padahal, Hakikat kehidupan
dunia hanyAllah sementara dan kenikmatan yang fana, sedang akhirat adalah
negri abadi selamanya. Keadaan seperti ini persis seperti yang pernah
Rosulullah saw perkirakan jauh-jauh hari ketika bersabda:
والله ، ما الفقر أخشى
عليكم، ولكني أخشى أن تبسط الدنيا عليكم كما بسطت على من كان قبلكم، فتتنافسونها
كما تنافسوها، فتهلككم كما أهلكتهم
“demi Allah ,tidaklah kemiskinan yang aku (Rosulullah
saw ) khawatirkan menimpa kalian, tetapi aku khawatir dilapangkan (dibuka )
dunia pada kalian sebagaimana yang perenah terrjadi pada uamat sebelum kalian.
Sehingga kalian berlomba-lomba (mengumpulkan dunia) sebagaimana mereka lakukan,
yang menjadi sebab kehancuran kalian sebagaimana mereka dihancurkan.”
6. Dakwah Sebagai Pembuktian Kesejatian Manusia
من المؤمنين رجال صدقوا
ما عاهد الله عليه فمنهم من قضى نحبه ومنهم من ينتظر وما بدلوا تبديلا
“diantara (sebagian ) orang-orang mukmin itu ada
orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; lalu
diantara mereka ada yang gugur, dan diantara mereka pula ada yang
menunggu-nunggu, dan mereka sedikitpun tidak merubah janjinya.” (al-ahzab : 23)
Dr. atabik luthfi mengatakan : “kata rijal yang
tersebut dalam ayat diatas, dan beberapa ayat yang lain dalam konteks dakwah
mencerminkan sebuah tanggung jawab, komitmen, kepekaan dan kepedulian. Justru hanya dengan dakwah
seseorang bisa mencapai derajat “ar-rujulah”, kelelakian sejati. Alqur’an telah
mengabadikan kisah kepedulian dan pebelaan tiga laki-laki terhadap dakwahk,
yaitu : seorang laki-laki dari keluarga yasin, seorang laki-laki dari keluarga
fir’aun dan seorang laki-laki dari ujung kota. Mereka mampu merasakan dan
menghadirkan diri di arena pembelaan dakwah di saat dakwah sangat
membutuhkannya.
Dalam sejarah peradaban islam,
tidaklah para ulama dan tokoh-tokoh islam dikenal kecuali karena mereka telah
membuktikan diri mereka dimedan dakwah dengan perjuangan dan pengorbanan yang
begitu besar. Mereka telah mengukir sejarah dengan darah dan tinta mereka demi
tegaknya kalimatullah di muka bumi. Karena itu benarlah bahwa dakwah adalah
pembuktian kesejatian manusia, karena orang yang berdakwah mampu memberikan
yang terbaik untuk orang lain.
7. Dakwah
Adalah Investasi Amal Tanpa Batas
Rosulullah saw bersabda :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «من دل على خير فله
مثل أجر فاعله»
“barang siapa yang menunjukkan
kebaikan , maka baginya pahala seperti orang yang mengerjakannya.” Hr. abu dawud
Dari hadis diatas, diketahui bahwa orang yang
senantiasa berdakwah mengajak manusia untuk berbuat baik sesuai yang diajarkan
islam berarti ia telah berinvestasi untuk akhirat tanpa batas. Karena ia akan senantiasa
mendapatkan pahala orang yang mengerjakan ibadah lantaran dakwahnya kepada dia.
Hadis diatas dikuatkan dengan hadis yang diriwayatkan oleh abi hurairah,
Rosulullah saw bersabda:
عن أبي هريرة، أن رسول
الله صلى الله عليه وسلم قال: " إذا مات الإنسان انقطع عمله إلا من ثلاث:
صدقة جارية، وعلم ينتفع به، وولد صالح يدعو له "
“apabila manusia meninggal, maka terputuslah amalnya
kecuali tiga hal; yaitu shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholih
yang mendokan orang tuanya.” (hr. tirmidzi)
Dakwah termasuk dalam kategori ilmu yang bermanfaat.
Dakwah lebih baik dari dunia, sebagaimana Rosulullah saw ketika berkata kepada
Ali bin abi tholib:
“wahai ali, sungguh sekiranya Allah member hidayah
seseorang karena dakwahmu, itu lebih baik bagimu daaripada unta merah.”(hr.
bukhori muslim).
8. Dengan Dakwah Manusia Lebih
Produktif Beramal Dan Tidak Egois (Individual)
وقل اعملوا فسيرى الله
عملكم ورسوله والمؤمنون
“katakanlah wahai muhammad,
bekerjalah kalian, niscaya Allah swt akan melihat amal kalian, begitu juga
rosulNya dan orang-orang beriman.”
Pada hakikatnya dakwah bukanlah
rantaian kata-kata yang tersusun menjadi kalimat yang keluar dari lisan semata.
Tetapi ia disampaikan dengan lisan dan diwujudkan dengan amal nyata. Karena itulah Allah swt berfirman dalam surat as-shaf
:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ (2) كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ
أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ (3)
“Wahai orang-orang yang beriman,
kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar
kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu
kerjakan.” (qs. Asshaf : 1-2)
Kalau kita melihat sirah
Rosulullah saw. Beliau adalah teladan dalam segala hal. Beliau adalah orang
pertama kali yang melakukan sebelum ia menyuruh umatnya untuk melakukannya.
bahkan beliau lebih banyak mencontohkan dengan amalnya. Sebagaimana yang pernah
beliau lakukan ketika membangun masjid kuba, beliau sendiri ikut serta dengan
mengambil batu-batu untuk pondasi masjid. Di perang akhzab ketika menggali
parit, beliau juga yang menghancurkan batu-batu yang besar dimana tidak ada
sahabat yang sanggup menghancurkannya.
Inilah sebagian contoh bahwa
dakwah melahirkan amal nyata. ada suatu kaidah yang mengatakan “lisanul hal
afsoh min lisanil maqol” perbuatan itu lebih mengena dari pada perkataan.
karena dakwah tidaklah menciptakan manusia yang pandai beretorika dan berdebat,
tetapi ia melahirkan generasi yang bisa membuktikan iman yang menghujam di
dalam hati dengan amal dan karya nyata.
9.Dakwah Adalah Lentera Hidup
Firman Allah swt:
أومن كان ميتا فأحييناه
وجعلنا له نورا يمشي به في الناس كمن مثله في الظلمات ليس بخارج منها كذلك زين
للكافرين ما كانوا يعملون
“dan Apakah orang yang sudah mati kemudian Dia
Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya
itu Dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang
yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar
dari padanya? Demikianlah
Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka
kerjakan.”
Imam syakuani menyebutkan di
dalam tafsirnya : yaitu orang kafir yang Allah swt hidupkan dengan islam.
Dan cahaya adalah hidayah dan iman.
Begitu juga ia menebutkan sebuah
syair berikut :
وفي الجهل قبل الموت موت لأهله ... فأجسامهم قبل القبور
قبور
وإن امرأ لم يحي بالعلم
ميت ... فليس له حتى النشور نشور
“kebodohan
adalah kematian bagi seseorang sebelum ia mati. Tubuhnya adalah kuburan bagi
dirinya sebelum ia dikubur (di liang lahad)..sesungguhnya manusia yang hidup tanpa
ilmu adalah mayit, maka tidak ada baginya kebangkitan sampai ia dibangkitkan”
Ia juga menyebutkan riwayat bahwa yang diberi cahaya
adalah umar bin al-khottob, sedangkan yang masih dalam kegelapan adalah abu
jahl bin hisyam. Karena Rosulullah saw pernah berdoa sebelum ayat ini
diturunkan:
«اللهم
أعز الإسلام بأبي جهل بن هشام، أو بعمر بن الخطاب» .
“Ya Allah muliakanlah islam
dengan ibnu hisyam atau umar bin al-khottob.”
Ini menunjukkan bahwa dakwah
adalah lentera (cahaya ) hidup bagi manusia.sebaliknya tanpa dakwah manusia
hanya akan hidup dalam kegelapan. Karena itulah manusia
tidak bisa hidup tanpa dakwah.
2.
Akibat Ketika Manusia tidak Didakwahi dan Tidak
Melaksanakan Dakwah
Melihat dan mengingat pentingnya dakwah bagi manusia
berdasarkan hakikat manusia, hakikat dakwah dan teori kebutuhan manusia, maka
akibat yang akan diperoleh manusia apabila manusia tidak didakwahi atau dakwah
tidak dilaksanakan adalah sebagai berikut:
- Karena manusia
pada hakikatnya pelupa, maka manusia akan tetap dalam kebodohan terhadap
akhlak dan moralitas sebagaimana yang terjadi pada zaman jahiliyyah.
- Manusia tidak akan
dapat memenuhi kebutuhan spiritualnya, yang memang sangat penting
kebutuhan itu terpenuhi.
- Cahaya hati pada
manusia selalu dalam keadaan berkurang
- Akal tidak akan
dipandu oleh pengetahuan-pengetahuan agama (syari’at Islam), sehingga
perilakunya cenderung mengikuti akal dan hawa nafsu.
- Eksistensi Tuhan
tidak akan dikenal oleh manusia,karena melalui dakwah para utusan-Nya lah
eksistensi Tuhan ada.
- Potensi baik pada
manusia yang Allah anugrahkan tidak akan termaksimalkan, malahan potensi
keburukan lah yang akan lebih menguasai, disebabkan oleh akal dan nafsu
yang membimbingnya.
BAB II
KESIMPULAN
1.Pengertian Dakwah
Secara Etimologi, Dakwah berarti Menyeru, mengajak,
mengundang. Sedangkan secara terminologi, Dakwah berarti menyeru manusia menuju
jalan Allah.
2.Pengertian Manusia
Menurut bahasa, manusia berasal dari kata “Nasia” yang artinya lupa. Maksudnya
adalah bahwa manusia hakikatnya lupa akan perjanjian dengan Allah sewaktu di
alam ruh. Dalam arti lain, hakikat manusia memang pelupa. Hadits Rasul
menjelaskan bahwa manusia adalah tempatnya salah dan lupa.
Ada dua aspek makna pentingnya dakwah bagi manusia,
yaitu:
a.Memelihara dan mengembalikan martabat manusia
b.Membina akhlak dan memupuk semangat kemanusiaan
3.Fungsi Dakwah bagi manusia, yaitu:
b.Dakwah
Melahirkan Kebaikan Pada Diri, Masyarakat Dan Negara
c. Dakwah Menjadikan Manusia Menjadi Mulia
d. Dakwah Adalah Jalan Menuju Bahagia
e. Tanpa Dakwah Manusia Menuju Ke
Jurang Kehancuran
f. Dakwah Adalah Investasi Amal
Tanpa Batas
g. Dengan Dakwah Manusia Lebih
Produktif Beramal Dan Tidak Egois (Individual)
h. Dakwah Adalah Lentera Hidup
4. Akibat Ketika Manusia
tidak Didakwahi dan Tidak Melaksanakan Dakwah
a.Karena manusia pada
hakikatnya pelupa, maka manusia akan tetap dalam kebodohan terhadap akhlak dan
moralitas sebagaimana yang terjadi pada zaman jahiliyyah.
b. Manusia tidak akan
dapat memenuhi kebutuhan spiritualnya
c. Cahaya hati pada
manusia selalu dalam keadaan berkurang
d. Akal tidak akan dipandu
oleh pengetahuan-pengetahuan agama (syari’at Islam), sehingga perilakunya
cenderung mengikuti akal dan hawa nafsu.
e. Eksistensi Tuhan tidak
akan dikenal oleh manusia,karena melalui dakwah para utusan-Nya lah eksistensi
Tuhan ada.
DAFTAR PUSTAKA
Miswan Thohadi , quantum dakwah dan tarbiyah, Jakarta:
al-I’tishom 2008.
Atabik Luthfi, Tafsir da’awi ,
jakarta: alitishom, 2011.
Fathi Yakan, musykilatu al-dakwah wa al-daiyah,
beirut: muassasah al-risalah thn. 1983.
Muhammad Albukhori, shohih bukhori.
Mesir: dar al-hadis, 2004.
Sunan Abu Dawud, bab fi dal ala al-khoir,beirut:
almaktabah al-ashriyah.
Sunan tirmidzi, bab al-waqof, mesir: mustofa albabi
alhalabi.
Muhammad a-syaukani, fathu al-qodir, damaskus : dar
ibnu katsir.